Rupanya rasa senang, sedih, puas, cemas, dan teman-temannya memang hanya sepanjang penggaris. Yah, sebenarnya bukan ukuran penggaris yang dipakai aku dan agung pada pembicaraan malam itu, tetapi mumpuni lah. Sebuah pemikiran yang benar adanya.
Hari ini kita dapat kerjaan, pasti senang. Besok naik gaji, traktir teman-teman dan keluarga. Ya pasti senang. Tapi ukuran senang itu cuma segitu-gitu aja. Yang lebih ’nampol’ rasa sedih misalnya. Ada teman yang bukan main sedihnya karena ditinggal mati bapaknya, lalu dia meraung-raung. Habis dimakamkan, ya sudah. Berulang lagi ketika giliran ibunya. Sehabis acara pemakaman, ya sudah. Kembali lagi ke kegiatan sehari-hari.
Contoh yang terekstrem digunakan oleh agung. Yaitu ukuran kepuasan nafsu. Lah, kalau mentok2nya yang namanya gunung kepuasan itu segitu, mau sama siapa pun juga, dalam keadaan apapun juga (yang katanya kalau kurang kan bisa nambah terus) ya emang cuma segitu juga rasanya. Betul juga yah?
Mungkin esensinya ada di rasa yang katanya mbo’ jangan terlalu dirasai-rasai. Dibuat-buat gitu. Sedih ya sedih. Seneng ya seneng. Tapi ngono ya ngojo ngono. Setelah dipikir-pikir, sedih juga ya kalau hidup lurus aja, karena ternyata mencari kebahagiaan yang tiada habisnya itu ya cuma segitu aja rasanya.
Inti hidup mungkin adalah menjalani patron yang sudah ada. Dan buatku sekarang, ada yang lebih indah dari membahagiakan diri sendiri (yang nyatanya cuma sebentar sekali efeknya). Mungkin membahagiakan orang lain, membuat orang lain nyaman, membantu orang lain, efeknya akan menetap lebih lama di hatiku.
Hari ini kita dapat kerjaan, pasti senang. Besok naik gaji, traktir teman-teman dan keluarga. Ya pasti senang. Tapi ukuran senang itu cuma segitu-gitu aja. Yang lebih ’nampol’ rasa sedih misalnya. Ada teman yang bukan main sedihnya karena ditinggal mati bapaknya, lalu dia meraung-raung. Habis dimakamkan, ya sudah. Berulang lagi ketika giliran ibunya. Sehabis acara pemakaman, ya sudah. Kembali lagi ke kegiatan sehari-hari.
Contoh yang terekstrem digunakan oleh agung. Yaitu ukuran kepuasan nafsu. Lah, kalau mentok2nya yang namanya gunung kepuasan itu segitu, mau sama siapa pun juga, dalam keadaan apapun juga (yang katanya kalau kurang kan bisa nambah terus) ya emang cuma segitu juga rasanya. Betul juga yah?
Mungkin esensinya ada di rasa yang katanya mbo’ jangan terlalu dirasai-rasai. Dibuat-buat gitu. Sedih ya sedih. Seneng ya seneng. Tapi ngono ya ngojo ngono. Setelah dipikir-pikir, sedih juga ya kalau hidup lurus aja, karena ternyata mencari kebahagiaan yang tiada habisnya itu ya cuma segitu aja rasanya.
Inti hidup mungkin adalah menjalani patron yang sudah ada. Dan buatku sekarang, ada yang lebih indah dari membahagiakan diri sendiri (yang nyatanya cuma sebentar sekali efeknya). Mungkin membahagiakan orang lain, membuat orang lain nyaman, membantu orang lain, efeknya akan menetap lebih lama di hatiku.
No comments:
Post a Comment